Setiap
saya melihat tulisan seseorang di media-media sosial tentang keinginannya
menjadi penulis, saya selalu speechless. Melihat antusiasme dan kerja keras mereka,
saya cuma bisa kagum. Juga saat melihat fakta kalau mereka belajar menulis dari
Mr. Penulis Ini atau Mrs. Penulis Itu, membaca artikel-artikel tentang
bagaimana menulis, ikut workshop kepenulisan, rajin mengikuti lomba tulis
menulis, selalu semangat membuat karya setiap harinya. Seolah-olah pikiran
mereka hanya diisi dengan hal tulis menulis setiap harinya. Tak jarang pula mereka
mengatakan “saya ingin jadi penulis.”
Hanya
satu kata yang bisa saya ucapkan. Wow. Benar-benar wow. Luar biasa. Saya selalu
kagum dengan orang-orang yang selalu berusaha dan konsisten untuk mencapai
sesuatu. Mereka benar-benar orang hebat karena mereka adalah orang-orang yang
mempunyai tujuan. Sementara saya, saya sendiri belum pernah benar-benar berniat
atau benar-benar mengatakan “saya ingin jadi penulis.” Saya hanya sekedar
menulis. Untuk kesenangan saya sendiri. Saya bahagia melakukannya. Dan bisa
membagi kesenangan dengan orang lain itu benar-benar membahagiakan.
Ketika
banyak yang datang dan bertanya tentang tips-tips bagaimana menulis, saya
selalu bingung harus berkata apa. Karena faktanya saya tidak mempunyai ilmu
khusus dalam menulis. Sekali lagi saya hanya sekedar menulis. Tetapi secara
moral saya merasa saya wajib menjawab dengan memberikan tips-tips yang baik
pada mereka, walau faktanya saya hampir tidak pernah menggunakan tips-tips itu.
Contohnya saja ketika saya mengatakan kalau ingin menulis haruslah membuat
outline terlebih dahulu agar ide tidak melebar kemana-mana. Jujur, saya selalu
gagal kalau harus menulis dengan membuat outline terlebih dahulu. Bagi saya,
mengetahui ending dari sebuah cerita membuat pekerjaan menulis tidak lagi menarik.
Membuat diri sendiri excited dan penasaran dengan apa yang akhirnya terjadi,
itulah yang membuat jari-jari tetap semangat mengetik. Ini seperti mononton
film. Ketika merasa film itu menarik, kita tidak akan berhenti di
tengah-tengah. Ingin sekali tahu endingnya seperti apa. Tapi kalau kita sudah
tahu endingnya dulu, film jadi tidak menarik, kan? Dan yang paling menyenangkan
dari menulis adalah kita berkuasa atas ending dari film yang kita lihat di
kepala kita.
Pertanyaan
lain yang membuat saya bingung adalah bagaimana mencari inspirasi. Di saat
mendengar pertanyaan seperti itulah saya mulai memeras otak untuk mengarang. Sejujurnya, saya tidak pernah berusaha
mencari inspirasi. Ide menulis itu tiba-tiba muncul begitu saja. Lagi-lagi ini
seperti film otomatis yang terputar di otak, dan saya hanya tinggal menuliskan
apa yang saya lihat. Susah rasanya kalau harus jadi pembicara tentang dunia
kepenulisan. Kalau menceritakan pengalaman saya yang sebenarnya pasti terdengar
aneh dan kurang pantas untuk dicontoh. Akhirnya saya terpaksa bekerja keras
membuat tips-tips juga pengalaman-pengalaman menulis yang “layak dengar.” Bagi saya, ini cukup memberatkan.
Coz
I never say I wanna be a writer. I just write.
0 comments:
Post a Comment